Langit Jakarta memuntahkan hujan kode error—abu-abu, dingin, tak berujung. Di kedai kopi yang bau kenangan, Lin Wei menyesap Americano pahitnya. Aroma kopi itu sama pahitnya dengan chat terakhir dari Zhang Wei. "Sedang mengetik…" tertera di layar ponselnya selama tiga abad—atau mungkin hanya tiga jam. Waktu terasa absurd, seperti drama tanpa naskah.
Lin Wei hidup di dunia yang retak, di mana sinyal Wi-Fi lebih berharga dari oksigen. Dia mencari Zhang Wei, bayangan samar yang ditinggalkannya di dunia yang dulu berwarna. Dulu ada senja, dulu ada kicau burung, dulu ada… mereka.
Di dimensi lain, Zhang Wei mengelus layar hologram yang menampilkan wajah Lin Wei. Wajah yang sama, namun buram, bagai lukisan yang terhapus oleh debu zaman. Dia hidup di dunia futuristik yang dingin, steril, dan serba digital. Di sini, perasaan adalah anomali, cinta adalah bug dalam sistem.
Zhang Wei mencari Lin Wei di antara lorong-lorong kota yang terbuat dari baja dan neon. Dia mengumpulkan fragmen memori—foto usang, puisi-puisi mellow yang ditinggalkan di cloud storage, dan lagu-lagu K-Pop yang sudah tak terputar lagi. Semua itu adalah bukti bahwa Lin Wei pernah ada.
Mereka berdua terpisah oleh TIME. Lin Wei terjebak dalam nostalgia, dalam kenangan pahit manis tentang Jakarta yang tenggelam. Zhang Wei terkungkung dalam masa depan yang kejam, masa depan yang melupakan arti sebuah sentuhan.
Suatu malam, saat gerhana digital melanda kota, Lin Wei merasakan getaran aneh di ponselnya. Bukan notifikasi, bukan panggilan. Hanya… ECHO. Sebuah gema dari suara Zhang Wei, parau dan bergetar, seperti sinyal SOS dari ujung dunia.
"Lin Wei… apakah kau… mendengarku?"
Lin Wei membalas, dengan jari gemetar mengetik di layar ponsel yang retak. "Zhang Wei? Dimana… dimana kau?"
Komunikasi mereka singkat, terputus-putus, bagai sambungan telepon dari neraka. Mereka menyadari sebuah kebenaran yang pahit dan ganjil: cinta mereka bukan kisah yang baru dimulai, melainkan GEMA dari kehidupan yang sudah ribuan kali dimainkan dan diulang. Mereka hanyalah aktor dalam drama abadi, takdir mereka adalah mencari dan kehilangan, selama-lamanya.
Rahasia ganjil itu terkuak: Lin Wei dan Zhang Wei bukan dua individu yang terpisah waktu. Mereka adalah pecahan jiwa yang sama, terlempar ke masa lalu dan masa depan oleh sebuah eksperimen cinta yang gagal—eksperimen yang ingin membuktikan bahwa cinta bisa melampaui dimensi.
Saat fajar tak kunjung tiba, Zhang Wei mengirimkan satu pesan terakhir, sebuah pesan yang beresonansi di seluruh dimensi, pesan yang mengandung keputusasaan dan harapan yang absurd:
JANGAN…LUPAKAN…AKU…MESKI…KITA…TAK…PERNAH…BERTEMU…SEBENARNYA…
You Might Also Like: 20 Garrett Middle School Star Wars