Dracin Seru: Aku Menatap Bulan, Dan Bulan Menatap Balik Dengan Mata Serupa Matamu



Aku Menatap Bulan, dan Bulan Menatap Balik dengan Mata Serupa Matamu

Bulan purnama malam itu, sama persis seperti malam itu. Cahayanya perak, menusuk kalbu, membuat dadaku sesak. Aku, Lin Yue, berdiri di balkon apartemen modernku, menatap langit metropolitan yang gemerlap. Tapi, mataku tidak melihat gedung pencakar langit. Aku melihat taman bunga persik, paviliun kayu lapuk, dan jubah sutra berwarna crimson yang berkibar tertiup angin.

MEMORI. Potongan-potongan mimpi yang semakin jelas. Aku, bukan Lin Yue. Aku... Mei Lan, seorang selir kekaisaran di Dinasti Tang.

Setiap malam, bulan menjadi portal. Setiap malam, ingatan masa lalu mengalir deras. Cinta terlarang dengan seorang jenderal muda, pengkhianatan kejam dari selir kesayangan kaisar, dan racun yang merenggut nyawaku di malam bulan purnama.

Kemudian, dia muncul. Di pesta koktail amal, dengan setelan jas mahal dan senyum yang familier menyakitkan. Zhao Wei. Pengusaha muda sukses, pewaris kerajaan bisnis. Tapi, matanya… mata itu. Mata yang sama yang dulu kupuja, mata yang sama yang menyaksikan aku meregang nyawa. Jenderal itu. Reinkarnasinya.

Hatiku bergejolak. Bukan cinta, bukan lagi. Hanya KEPAHITAN dan keinginan untuk melihatnya merasakan apa yang kurasakan.

Aku mendekatinya, mempesona dengan kecerdasan dan kecantikanku. Aku memanfaatkannya, menjeratnya dalam jaring perusahaanku, menariknya menjauh dari kesuksesan yang dia nikmati. Investasi yang salah, kesepakatan yang gagal, reputasi yang hancur. Aku tidak menyentuh rambutnya, tidak menumpahkan setetes darah pun. Aku hanya menghancurkan dunianya, perlahan dan sistematis.

Suatu malam, dia menemuiku. Matanya kosong, dipenuhi keputusasaan.

"Mengapa, Yue?" tanyanya, suaranya serak. "Mengapa kau melakukan ini padaku?"

Aku tersenyum, tipis dan dingin. "Karena di kehidupan sebelumnya, Zhao Wei, kau membiarkan Mei Lan mati."

Dia menatapku, tidak mengerti. Lalu, ada kilatan pengakuan di matanya. MEREKA INGAT.

Aku berbalik, meninggalkan dia berdiri di sana, hancur di bawah bayangan masa lalu. Balas dendamku selesai. Tapi, entah mengapa, kemenangan ini terasa hambar.

Aku kembali menatap bulan. Kali ini, tidak ada lagi kesedihan. Hanya ketenangan.

"Kau bebas sekarang," bisikku pada bulan. "Pergilah. Temukan kebahagiaanmu."

Aku memutuskan untuk menjual seluruh asetnya yang tersisa, kemudian menginvestasikannya pada yayasan yatim piatu yang ku bangun.

"Jangan biarkan orang lain bernasib sama denganku. Jangan biarkan mereka mati karena kekurangan," gumamku dalam hati.

Aku berbalik dan berjalan menuju kegelapan malam, meninggalkan masa lalu yang penuh dendam, masa depan yang tak terduga, dan sebuah perasaan aneh bahwa ini... belum selesai sepenuhnya.

Satu kalimat terakhir: Mungkin, di kehidupan selanjutnya, kita akan bertemu lagi, dan kali ini, takdir akan berbeda... mungkin.

You Might Also Like: Reseller Kosmetik Bisnis Rumahan Kota

Post a Comment

Previous Post Next Post