Harus Baca! Aku Berjanji Melindungimu, Tapi Dunia Tak Membiarkan.



Aku Berjanji Melindungimu, Tapi Dunia Tak Membiarkan.

Embun pagi menggantung di kelopak peony merah, sama persis dengan air mata yang diam-diam menggenang di pelupuk mata Lian Mei. Udara terasa dingin, menusuk tulang, seolah ikut merasakan kepedihan yang menyesakkan dadanya. Ia menatap punggung Jian, pria yang dicintainya lebih dari nyawanya sendiri, menjauh di antara rerimbunan bambu. Jian, dengan bahu tegap dan langkah pasti, selalu terlihat seperti pahlawan dalam dongeng. Padahal, Lian Mei tahu, Jian tengah berjalan menuju jurang.

"Aku akan kembali, Mei," bisik Jian, suaranya lirih tertiup angin.

Kembali? Lian Mei tersenyum pahit. Kembali untuk apa? Kembali untuk mendapati dunianya hancur berantakan?

Jian, sang pewaris tunggal keluarga Zhao yang terhormat, hidup dalam labirin kebohongan yang dibangun oleh ayahnya. Ia percaya, tugasnya adalah melindungi keluarga dari ancaman musuh. Padahal, ancaman sesungguhnya justru bersembunyi di balik senyum hangat sang ayah, di balik kekayaan yang berlimpah, di balik semua kemewahan yang melenakan.

Lian Mei, di sisi lain, adalah anak seorang tabib desa yang sederhana. Ia menyimpan kebenaran pahit yang akan menghancurkan Jian. Ia tahu, keluarga Zhao terlibat dalam perdagangan narkotika yang merenggut nyawa ibunya bertahun-tahun lalu. Dendam membara di hatinya, namun cintanya pada Jian menahannya untuk mengungkap kebenaran. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi Jian dari kebenaran yang akan menghancurkannya, walau itu berarti ia harus hidup dalam siksaan batin.

"Aku berjanji melindungimu, Jian," bisiknya pada angin, "tapi dunia tak membiarkan…"

Setiap hari, Lian Mei melihat Jian semakin dalam terjerumus ke dalam kebohongan ayahnya. Ia melihat Jian membunuh, menipu, dan mengkhianati demi melindungi "keluarga"-nya. Setiap tetes darah yang tumpah, setiap air mata yang jatuh, mengikis hati Lian Mei sedikit demi sedikit.

Konflik batinnya mencapai puncaknya ketika Jian diperintahkan untuk membunuh Lin, seorang jurnalis yang gigih mengungkap kebusukan keluarga Zhao. Lin adalah sahabat baik Lian Mei, orang yang membantunya mengumpulkan bukti-bukti kejahatan keluarga Zhao.

Malam itu, Lian Mei berlari menemui Jian di gudang tua tempat Lin disekap. Ia memohon pada Jian untuk membebaskan Lin.

"Jian, jangan lakukan ini! Mereka berbohong padamu! Ayahmu… Ayahmu terlibat dalam kejahatan yang tak terbayangkan!" teriak Lian Mei, air mata membasahi pipinya.

Jian menatapnya dengan tatapan kosong. "Kau… Kau tahu sesuatu?"

Lian Mei menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, inilah saatnya. Kebenaran harus terungkap, walau itu akan menghancurkan segalanya.

Dengan suara bergetar, Lian Mei menceritakan semuanya. Tentang perdagangan narkotika, tentang kematian ibunya, tentang kebohongan yang dibangun ayahnya.

Jian terdiam membisu. Matanya memancarkan rasa sakit yang tak terhingga. Dunia yang selama ini ia percayai runtuh di hadapannya.

DUAR!

Sebuah tembakan memecah kesunyian malam. Lin tersungkur ke tanah. Jian, dengan amarah membara, menoleh ke arah pintu. Ayahnya berdiri di sana, pistol berasap di tangannya.

"Kau… Kau menghancurkan segalanya!" geram Jian.

Ayahnya hanya tersenyum sinis. "Kau terlalu naif, Nak. Dunia ini kejam. Hanya yang kuat yang bisa bertahan."

Pertarungan sengit terjadi. Jian dan ayahnya saling bertarung, saling melukai. Lian Mei hanya bisa terpaku di tempatnya, menyaksikan kehancuran di hadapannya.

Akhirnya, dengan sisa tenaga yang ada, Jian berhasil melumpuhkan ayahnya. Ia menodongkan pistol ke kepala ayahnya.

"Aku… Aku tidak akan membunuhmu," ucap Jian, suaranya bergetar. "Tapi kau akan mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu."

Jian menyerahkan ayahnya kepada pihak berwajib. Ia kemudian membawa Lin ke rumah sakit. Lin selamat, namun ia kehilangan kemampuannya untuk berjalan.

Jian menyerahkan diri ke polisi. Ia bersedia menerima hukuman atas kejahatan yang telah dilakukannya.

Sebelum masuk ke mobil polisi, Jian menatap Lian Mei. Tatapannya penuh penyesalan dan cinta.

"Terima kasih," bisiknya.

Lian Mei hanya tersenyum tipis.

Beberapa tahun kemudian, Lian Mei mengunjungi Jian di penjara. Ia melihat Jian telah berubah. Ia tidak lagi terlihat seperti pahlawan dalam dongeng, tapi ia terlihat lebih tenang dan bijaksana.

"Aku memaafkanmu, Jian," kata Lian Mei.

Jian tersenyum. "Aku tahu."

Lian Mei kemudian meninggalkan penjara. Ia berjalan menuju makam ibunya. Di sana, ia meletakkan setangkai peony merah.

Ia menatap nisan ibunya. Senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum yang menyimpan perpisahan. Senyum yang menghancurkan.

Balas dendamnya telah selesai. Ia tidak membunuh siapapun, tapi ia telah menghancurkan dunia Jian. Ia telah menghancurkan kebohongannya.

Dan sekarang, ia bertanya-tanya, apakah ia bisa hidup dengan kedamaian setelah semua ini?

You Might Also Like: 75 Kekurangan Skincare Lokal Untuk

Post a Comment

Previous Post Next Post