Cinta yang Menyeretku ke Dalam Dosa
Angin berdesir di antara pepohonan sakura di Danau Barat, sama seperti hari itu, 15 tahun lalu. Mei Hua dan Lian Yu, dua bunga yang mekar di taman yang sama, bersumpah setia di bawah rembulan purnama. Mereka saudara seperguruan, teman sepermainan, bahkan mungkin…lebih. Namun, takdir memiliki rencana kejam.
"Lian Yu," bisik Mei Hua, suaranya selembut sutra, "Kau akan selalu melindungiku, bukan?" Matanya yang sekelam malam menatap intens.
Lian Yu tersenyum, senyum yang selalu membuat Mei Hua luluh. "Selamanya, Mei Hua. Darahku adalah perisaiku, nyawaku adalah tebusannya."
RAHASIA itu, bagaimanapun, mengintai di balik senyum dan janji. Keduanya tidak tahu bahwa benih pengkhianatan telah lama ditanam di antara mereka, benih yang disiram oleh ambisi dan dendam keluarga.
Mei Hua, pewaris sah sekte Bulan Sabit, tidak menyadari bahwa Lian Yu, anak angkat yang dibesarkan dengan limpahan kasih sayang, adalah mata-mata dari sekte Matahari Terbit, musuh bebuyutan mereka. Tugasnya? Mencuri Kitab Kuno Bulan Sabit, sumber kekuatan sekte mereka.
"Kitab itu…kau tahu di mana Kitab itu disembunyikan, Mei Hua?" tanya Lian Yu, suatu malam, di bawah temaram lentera. Nada suaranya tenang, nyaris tak terdengar.
Mei Hua, dengan polosnya, menunjukkan tempat persembunyian Kitab itu. Ia percaya pada Lian Yu, mencintainya dengan segenap jiwa.
Malam itu, Lian Yu mencuri Kitab Kuno. Ia menghancurkan sumpah setia mereka. Ia mengkhianati Mei Hua.
Lima tahun kemudian.
Mei Hua, yang kini dikenal sebagai 'Ratu Es' karena hatinya membeku setelah pengkhianatan Lian Yu, akhirnya menemukan jejaknya. Mereka bertemu kembali di medan perang, di bawah langit yang berdarah.
"Kau!" desis Mei Hua, pedangnya terhunus, matanya menyala dengan amarah. "Pengkhianat!"
"Mei Hua…aku…" Lian Yu mencoba menjelaskan, tetapi kata-katanya tercekat di tenggorokan. Ia tahu, tidak ada yang bisa menjelaskan perbuatannya. Ia telah mengkhianati kepercayaan, mengkhianati cinta.
"Jangan sebut namaku!" bentak Mei Hua. "Kau telah membunuh semua yang kurasa berharga! Sekarang, bayar hargamu!"
Pertarungan pun pecah. Pedang beradu, kilat membakar langit. Mei Hua, dengan amarah yang membara, melancarkan serangan demi serangan. Lian Yu, dengan penyesalan yang mendalam, hanya bertahan.
Akhirnya, pedang Mei Hua menembus jantung Lian Yu. Ia terhuyung mundur, darah mengalir deras dari lukanya.
"Kenapa…kenapa kau melakukannya?" tanya Mei Hua, suaranya bergetar.
Lian Yu tersenyum getir. "Aku…tidak punya pilihan. Ayahku…dia mengancam akan membunuh seluruh keluargamu jika aku tidak melakukannya."
Mei Hua terdiam. Kebenciannya bercampur dengan kebingungan dan… rasa sakit yang amat dalam.
"Lalu…Kitab Kuno itu?"
"Aku…aku memberikannya kepada mereka, tapi…" Lian Yu terbatuk, darah memuncrat dari mulutnya. "Aku…tidak pernah benar-benar menghancurkannya. Aku menyembunyikan salinannya…di bawah pohon sakura…di Danau Barat."
Kata-kata itu adalah pengakuan. Pengakuan cinta, pengakuan pengkhianatan, pengakuan penyesalan.
Lian Yu menghembuskan nafas terakhirnya.
Mei Hua menatap jasad Lian Yu, air mata mengalir di pipinya. Ia telah membalas dendam, tetapi kemenangan itu terasa pahit, hampa.
Ia berlutut, mengambil Kitab Kuno salinan dari bawah pohon sakura, lalu membukanya. Di halaman terakhir, tertulis sebuah pesan dengan tinta darah:
"Maafkan aku, Mei Hua. Aku selalu mencintaimu…dan aku akan membayarmu, DENGAN NYAWAKU. Tapi…sekarang kau tahu, aku bukan satu-satunya yang mengkhianati…"
You Might Also Like: 0895403292432 Skincare Lokal Untuk