Drama Seru: Kau Memilih Hidup Yang Benar, Tapi Jiwamu Tertinggal Padaku



Kau Memilih Hidup yang Benar, Tapi Jiwamu Tertinggal Padaku

Hujan mengguyur kota Beijing malam itu. Di atap sebuah gedung pencakar langit, berdiri dua sosok. Xiao Wei, dengan setelan jas mahalnya, menatap lurus ke arah cakrawala yang kelam. Di sampingnya, Lin Yue, dengan tatapan dingin yang menusuk, memegang sebilah pisau perak. Mereka tumbuh bersama, di sebuah panti asuhan kumuh di pinggiran kota. Saudara seperjuangan, teman setia, bahkan lebih dari itu. Atau begitulah yang mereka kira.

"Kau sudah jauh berbeda, Xiao Wei," desis Lin Yue, suaranya bagai pecahan kaca. "Dulu, kita berjanji akan menaklukkan dunia bersama. Sekarang, kau justru menaklukkannya tanpaku."

Xiao Wei menghela napas panjang. "Lin Yue, kau tahu aku melakukan ini untuk kita. Untuk masa depan yang lebih baik. Kita tidak bisa selamanya hidup dalam bayang-bayang masa lalu."

"Masa lalu? Kau menyebut pengkhianatanmu itu sebagai 'masa lalu'?" Lin Yue tertawa sinis. Pisau di tangannya bergetar. "Kau tahu betul apa yang kau lakukan. Kau merebutnya! Kekuatan itu! Keluarga Zhang! Semuanya!"

Xiao Wei membalikkan badan, menatap Lin Yue dengan mata yang menyimpan kesedihan mendalam. "Aku tidak merebut apa pun, Lin Yue. Mereka memilihku. Kau tahu, keluarga Zhang membutuhkan seseorang yang... berdarah murni."

Hening sejenak. Kata-kata Xiao Wei menggantung di udara, bagai pedang yang siap menebas. Lin Yue terhuyung mundur.

"Apa maksudmu?" bisiknya, nyaris tak terdengar.

Xiao Wei mendekat, langkahnya mantap. "Kebenarannya adalah... kau bukan anak yatim piatu biasa, Lin Yue. Darahmu tercemar. Ada... unsur asing dalam dirimu. Sesuatu yang membuatmu tidak pantas memimpin keluarga Zhang."

Kilat menyambar, menerangi wajah Lin Yue yang pucat pasi. Matanya memancarkan amarah, kebingungan, dan... kehancuran.

"Kau... kau tahu selama ini?"

Xiao Wei mengangguk pelan. "Aku tahu sejak kita masih kecil. Aku tahu mengapa kau selalu lebih kuat, lebih cepat, lebih... berbeda."

Lin Yue meraung, menerjang Xiao Wei dengan pisau di tangannya. Pertarungan sengit terjadi. Hujan semakin deras, membasahi tubuh mereka berdua. Setiap gerakan, setiap tebasan, adalah akumulasi dari bertahun-tahun persahabatan, kepercayaan, dan pengkhianatan.

"Kau pikir dengan membunuhku, kau bisa mengubah takdirmu?" teriak Xiao Wei, menangkis serangan Lin Yue dengan tangan kosong. "Kau salah! Darahmu akan selalu mengkhianatimu!"

Lin Yue berhasil melukai Xiao Wei di bahu. Darah segar membasahi jas mahalnya. Namun, Xiao Wei tidak gentar. Dengan satu gerakan cepat, dia merebut pisau dari tangan Lin Yue dan menusukkannya tepat ke jantungnya.

Lin Yue tersungkur ke tanah, napasnya tersengal-sengal. Matanya menatap Xiao Wei dengan tatapan penuh tanya.

"Mengapa... mengapa kau lakukan ini?" bisiknya, suaranya semakin melemah.

Xiao Wei berlutut di samping Lin Yue, memegang tangannya yang dingin. "Karena aku mencintaimu, Lin Yue. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Aku harus melindungimu... dari dirimu sendiri."

Lin Yue tersenyum pahit. "Melindungi... atau mengkhianati?"

Xiao Wei tidak menjawab. Dia hanya menatap Lin Yue dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.

"Kebenarannya adalah... ayah kita adalah orang yang sama... dan dia membenci kita berdua." Xiao Wei mengungkap fakta itu di detik-detik terakhir Lin Yue, membuat semua kebencian dan cinta yang dirasakannya selama ini hancur berkeping-keping.

Lin Yue menghembuskan napas terakhirnya.

Xiao Wei bangkit berdiri, menatap tubuh Lin Yue yang tergeletak di tanah. Hujan terus mengguyur, seolah menyiram semua dosa-dosanya.

Dia berbalik, meninggalkan atap gedung itu, meninggalkan masa lalunya, meninggalkan jiwanya...

"Aku memilih hidup yang benar, tapi sebagian diriku mati bersamamu..."

You Might Also Like: 0895403292432 Agen Skincare Penghasilan

Post a Comment

Previous Post Next Post